Rabu, 15 Juli 2009

HEE AH LEE - A PIANIST

Denting alunan piano tunggal begitu indah terdengar di ruang konser yang sangat megah. Setiap orang begitu menikmatinya. Tapi apakah anda akan terkejut dan kagum ketika yang memainkan piano tersebut adalah seorang gadis yang terlahir dengan kondisi fisik tidak sempurna.

Apakah ini suatu mukjizat yang terjadi begitu saja? Dan siapakah sang pianist itu?

Dialah He Ah Lee sang pianist. Seorang gadis yang terlahir cacat fisik dengan hanya memiliki empat jari di kedua tangannya. Kedua jari disetiap tangannya berbentuk seperti capit udang tanpa telapak tangan. Kelainan pada jari yang diderita Hee Ah Lee disebut sebagai Lobster Claw Syndrome. Bisakah anda membayangkan betapa menyedihkan kondisi Hee Ah Lee?

Tidak hanya itu saja. Penderitaan yang dirasakan oleh Hee Ah Lee semakin lengkap karena gadis ini juga dilahirkan dengan kaki yang hanya sebatas lutut. Diusianya yang ke-21 tinggi badan Hee Ah Lee tidak seperti gadis normal lainnya. Tinggi badannya masih seperti anak berusia 10 tahunan yaitu 103 cm dengan berat badan 33 kg.

Mungkin anda berpikir bahwa Hee Ah Lee bisa saja dilahirkan dengan kondisi cacat tapi dia pasti memiliki otak yang sangat cerdas. Apakah anda sempat berpikir seperti itu?

Anda tentu akan semakin terkejut ketika anda tahu bahwa Hee Ah Lee terlahir sebagai anak Down Syndrome dimana memilki kecerdasan yang sangat terbatas sekali. Ya, secara psikis dia memiliki keterbelakangan mental. Pastilah hal ini tidak mudah bahkan mungkin sangat sulit sekali bagi setiap orang tua terutama ibu yang melahirkan ketika mengetahui anaknya terlahir cacat dengan keterbelakangan mental.

Kehebatan Hee Ah Lee dalam memainkan tiap tuts balok piano sehingga terdengar begitu indah dan sempurna semata-mata tidak terlepas dari kasih sayang yang begitu dalam dari seorang ibu.

Dialah Woo Kap-Sun,seorang ibu dari Korea Selatan yang begitu tegar menerima kenyataan yang sangat memukulnya ini. Dengan rasa cinta kasihnya yang begitu mendalam terhadap anaknya, sang ibu membimbing Hee Ah Lee bagaimanapun caranya.

Woo Kap-Sun seorang diri membesarkan Hee Ah Lee karena suaminya sudah meninggal dunia akibat sakit yang terus-menerus sepulangnya dari perang Korea.

Diusianya yang menginjak remaja, kecerdasan Hee Ah Lee rata-rata atau bahkan dibawah anak TK. Soal-soal matematika yaitu perkalian dan pembagian sederhana seperti 10:10 tidak bisa dia jawab. Namun Woo Kap-Sun tidak membiarkan Hee Ah Lee tumbuh sebagai anak yang selalu bergantung pada ibunya.

Woo Kap-Sun mendidik Hee Ah Lee menjadi anak yang mandiri dan tidak manja. Hee Ah Lee dididik untuk harus melakukan sendiri aktivitasnya sehari-hari seperti menggosok gigi, mandi, berangkat sekolah sendiri dan aktivitas lainnya. Woo Kap-Sun menyekolahkan anaknya di sekolah khusus anak-anak cacat. Dan luar biasanya Hee Ah Lee yang lahir tanggal 9 Juli 1985 selalu tampak ceria.

Ketika masih kecil kondisi fisik Hee Ah Lee memang lemah. Keadaan jemarinya membuat dia tidak mampu menggenggam pensil sekalipun. Kondisi inilah yang membuat dokter yang merawat menyarankan sang ibu supaya Hee Ah Lee bermain piano ketika usianya 7 tahun untuk melatih semua otot-otot jemari agar bisa bergerak dan berfungsi dengan baik.

Sungguh perjuangan yang luar biasa yang harus dilalui sang ibu dan Hee Ah Lee. Hee Ah Lee butuh perjuangan keras untuk bisa menyentuh tuts piano. Seorang anak normal saja membutuhkan usaha keras untuk bisa berlatih piano. Apalagi Hee Ah Lee dengan kondisi cacat dengan 2 jari di kedua tangan dan dengan kemampuan otaknya sangat sangat terbatas (Down Syndrome).

Hari-hari Hee Ah Lee dilalui dengan perjuangan keras. Ketika berlatih, Hee Ah Lee sering berteriak-teriak karena frustasi dan sedih. Ditambah lagi kecerdasannya yang dibawah anak normal, Hee Ah Lee sering menderita sakit kepala hebat ketika harus mengingat partitur musik. Bayangkan saja bahwa Hee Ah Lee harus butuh waktu 1 tahun untuk mampu menguasai sebuah lagu saja. Namun sang mama dan sang guru piano sangat tekun dan sabar membimbing Hee Ah Lee.

Berkat ketekunan dan cinta kasih sang ibu dan kesabaran sang guru yang membimbing Hee Ah Lee selama bertahun-tahun akhirnya mampu membuat perubahan yang besar pada diri Hee Ah Lee. Hee Ah Lee yang begitu mengidolakan Richard Clayderman sekarang mahir sekali bermain piano bahkan lagu-lagu yang dibawakannya tidak main-main. Banyak sekali lagu-lagu klasik dia mainkan begitu terdengar sempurna.

Sang ibu semula tidak pernah membayangkan akan kemegahan konser yang akan dilalui Hee Ah Lee. Hee Ah Lee sering diundang untuk konser baik disekolah-sekolah atau dievent lainnya karena kemahirannya dalam bermain piano. Bahkan hal ini membuat kementerian pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia Korea Selatan mesponsori Hee Ah Lee selama hampir 1 tahun untuk melakukan tur. Selain itu Hee Ah Lee pernah diundang untuk tur keliling di Jepang.

Dari Korea Selatan, berita kemahiran Hee Ah Lee pelan-pelan akhirnya terdengar di seluruh dunia. Tidak pernah sang ibu membayangkan ketika Hee Ah Lee bermain piano dengan musisi-musisi hebat diseluruh dunia. Kehadiran Hee Ah Lee begitu dinantikan oleh orang-orang diseluruh dunia. Hampir setiap orang yang melihat permainan Hee Ah Lee terharu dan menitikkan air mata melihat fenomena nyata yang ada didepannya.

Hee Ah Lee selalu tampil ceria disetiap konsernya. Di setiap konser, dia selalu menyapa penonton sedangkan sang ibu menunggu Hee Ah Lee dengan sabar dibalik panggung sementara berdoa untuk anaknya. Sang ibu tidak kuasa menahan air mata melihat Hee Ah Lee memainkan tiap tuts piano. Tahun 2005 adalah tahun yang sangat membahagiakan bagi Hee Ah Lee karena dia bisa berduet dengan Richard Clayderman pianist idolanya.

Hee Ah Lee senang bermain piano dimanapun dan dengan siapapun. Hee Ah Lee mengaku bahwa tempat yang paling dia sukai ketika bermain piano adalah di gereja.

Apakah itu suatu mukjizat? Tentu bukan. Sang ibu mampu menerima Hee Ah Lee dengan kondisi lahir apa adanya. Cinta kasih yang begitu mendalam pada sang anak membuat dia tanpa lelah sebagai orang tua tunggal berjuang dan tekun membimbing dan mendorong Hee Ah Lee melalui hari-harinya yang sangat sulit.

Jumat, 12 Juni 2009

Rahasia Kekuatan Seorang Ibu Di Balik Kesuksesan Harry Potter & Sekolah Sihirnya



Hi Potter mania… pernahkah anda membayangkan kekuatan seorang wanita dibelakang popularitas Harry Potter?

Kita tahu tokoh-tokoh Harry Potter di dunia sekolah sihir begitu dekat dengan anak-anak dan orang-orang dewasa diseluruh dunia.

Kita mungkin bertanya-tanya siapakah yang telah menyihir hadirnya tokoh-tokoh Harry Potter? Tentu kita tidak pernah mengira bahwa ini semua berawal dari hobi menulis seorang wanita yang penuh imajinasi.

Dia adalah Joanne Kathleen Rowling yang sangat akrab dipanggil dengan Jo. Dia lahir di Inggris pada tanggal 31 Juli 1965. Semua popularitasnya dia mulai dari nol seorang diri dan kita perlu belajar banyak dari perjuangan hidupnya.

Orang tua Jo, Peter Rowling dan Anne Volant, selalu membacakan buku cerita sebelum Jo tidur. Itulah yang membuat Jo kecil selalu menciptakan tokoh-tokoh imajinasi dan sering meminta teman-teman bermainnya untuk memainkan tokoh-tokoh ciptaannya. Begitu juga Di, adik Jo, selalu dia hibur dengan cerita hewan-hewan ajaib ciptaannya. Di sangat suka dan begitu terkesan dengan semua cerita Jo.

Jo kecil termasuk gadis pemalu di sekolah yang hanya punya beberapa teman dekat. Dia hobi membaca novel dan menulis ketika masih sekolah. Tapi dia hanya menunjukkan hasil tulisannya pada Di dan teman-teman dekatnya saja. Jadi tidak banyak yang tahu bahwa dia punya bakat menulis karena waktu di sekolah dasar dia hampir dianggap bodoh oleh gurunya hanya karena tidak bisa mengerjakan tes hitungan pecahan.

Lulus SD, Jo kecil melanjutkan sekolah di Wyedean Comprehensive School. Di sinilah kemampuan Jo mulai tersalurkan. Kemampuannya dalam bidang bahasa mulai terasah.

Minat Jo dalam bahasa membuat orang tua Jo mendorongnya untuk mengambil jurusan bahasa Perancis di Universitas Exeter. Mereka berharap Jo kelak menjadi sekretaris. Tentu saja ini sangat bertolak belakang dengan impian Jo. Walaupun demikian Jo mengikuti keinginan orang tuanya.

Jo belajar bahasa Perancis di Paris. Dia sangat senang karena bisa tinggal jauh dari orang tuanya. Dan dia lulus dengan hasil yang sangat memuaskan. Dan sesudah lulus Jo langsung melamar menjadi sekretaris walau dia tahu dia tidak begitu suka dengan pekerjaannya.

Namun ada hal yang dia senangi ketika menjadi sekretaris adalah dia sering mencuri waktu untuk menulis di komputer kerjanya. Tahun 1990, Jo pernah bekerja di Kamar Dagang Manchester dan seperti biasa dia berusaha mencuri waktu untuk menulis cerita dan menuangkan semua imajinasinya.

Pada suatu waktu ketika Jo dalam perjalanan pulang ke London, kereta yang ditumpanginya berhenti sangat lama. Jo hanya melamun memandangi padang rumput dan kawanan sapi yang sedang merumput. Ketika melamun, tiba-tiba muncul imajinasinya untuk menulis seorang anak laki-laki dan sekolah sihir. Itulah awal muncul cerita imajinasinya sang anak penyihir Harry Potter dan sekolah sihirnya.

Tahun 1990, ketika Jo bosan dengan pekerjaannya, dia pindah ke Oporto, sebelah utara Portugis, dan menjadi guru bahasa Inggris. Dia sangat senang disana karena dia punya banyak waktu untuk menulis tentang anak laki-laki dan sekolah sihirnya.

Awal tahun 1992, Jo berkenalan dengan Jorge Arantes, jurnalis TV local. Usia Jorge lebih muda 3 tahun dari dirinya. Dan dalam perkenalan yang begitu singkat, mereka memutuskan menikah di bulan Oktober. Waktu yang sangat singkat sehingga Jo tidak begitu mengenal karakter suaminya. Di awal-awal pernikahan, Jorge mulai menunjukkan karakter aslinya. Jorge sangat kasar, pencemburu, terlalu posesif dan selalu sibuk dengan alas an-alasan pekerjaannya. Pertengkaran sering terjadi. Itulah yang membuat Jo memutuskan ingin bercerai dari suaminya.

Di tengah keputusannya untuk berpisah, Jo hamil. Tidak peduli dengan kondisinya, Jo terus-menerus bekerja , mengajar didepan kelas, dan menulis hingga larut malam. Sampai-sampai teman sekerjanya sangat khawatir karena bobot Jo turun drastis sampai 11 kg ditengah kehamilannya.

Jo memang sangat tidak bahagia dengan rumah tangganya dan sangat depresi sehingga dia berusaha mengalihkan pikirannya dan melupakan semua masalahnya dengan terus-menerus bekerja. Hingga tanggal 27 Juli 1993, Jo melahirkan Jessica.

Proses melahirkan berlangsung sangat menyakitkan untuk Jo. Proses persalinan makan waktu 7 jam karena kondisi Jo yang sangat lemah. Memang kondisi Jo buruk sekali sehabis melahirkan. Selain itu, Jo harus menerima kenyataan bahwa dia kehilangan pekerjaannya.

Ketika Jessica berusia 4 bulan, Jo bertengkar hebat dengan Jorge suaminya. Jorge menyeret Jo kejalan, menamparnya dan mengusir Jo dari rumah. Jo akhirnya memutuskan kembali ke Inggris bersama Jessica dengan hanya membawa sedikit uang.

Jo dibantu adiknya Di mencari tempat tinggal. Akhirnya Jo mendapatkan flat kecil tanpa penghangat ruangan. Di flat kecil inilah dia tinggal berdua dengan Jessica bayinya.

Simpanan uang yang kian menipis membuat Jo memberanikan diri mendatangi Kantor Departemen Sosial untuk meminta bantuan. Dia harus menahan malu ketika harus berhadapan dengan orang-orang di Departemen Sosial yang tidak dia kenal untuk menjelaskan mengapa dia membutuhkan bantuan dan harus mengisi berlembar-lembar formulir. Itulah saat-saat memilukan bagi Jo karena kondisi keuangannya benar-benar dibawah nol.

Tunjangan yang diberikan oleh Departemen Sosial sangat terbatas dimana hanya cukup untuk membayar sewa dan memenuhi kebutuhan Jessica dan dirinya saja. Dan ketika Jessica tidur, Jo mulai menghabiskan waktu untuk menulis.

Untuk mencari inspirasi tulisannya, Jo suka mampir ke kafe sambil membawa Jessica yang sudah tertidur. Ketika Jessica menangis, Jo berusaha menenangkannya dan meninabobokannya kembali dengan menepuk-nepuk bayinya dengan tangan kiri. Sementara, tangan kanannya terus menulis.

Namun tidak semua pemilik kafe suka dengan Jo yang hanya memesan secangkir kopi dan menumpang menulis di kafe. Bahkan Jo pernah diusir oleh pelayan kafe karena sikapnya ini. Sampai akhirnya Jo menemukan sebuah kafe yaitu Nicholson’s CafĂ© dengan pemiliknya yang ramah yang bernama Dougal McBride.

McBride simpati dengan kondisi Jo. Dia membiarkan Jo duduk dikafenya dan menghabiskan waktu berjam-jam menulis disana. Di kafe milik McBridelah Jo menyelesaikan hampir sebagian besar cerita Harry Potter and the Sorcerer Stone. Di kafe inilah, imajinasi Jo begitu bebas mengalir untuk menciptakan nama-nama tokoh Harry Potter dan mantera-mantera dunia sihir.
Kondisi keuangan Jo sangat menyesakkan waktu itu tapi impiannyalah yang membuat dia tetap bertahan yaitu melihat buku hasil karyanya terpajang di toko-toko buku.

Awal tahun 1994, Jo berhasil menyelesaikan buku pertamanya. Ia mencoba mengirim salinan naskahnya pada sebuah agen penerbit. Dalam penantian yang penuh kecemasan, Jo berusaha memberanikan diri untuk mengajukan lamaran meminta bantuan dana dari Scottish Art Council dan diterima. Dana inilah yang Jo pakai untuk proses pengetikan ulang novelnya dan untuk mencarikan pengasuh buat bayinya.

Dengan adanya pengasuh bayi, Jo berusaha melamar pekerjaan sebagai guru bahasa Perancis di Leth Academy, Edinburg dan juga di Moray House Training College. Kondisi Jo mulai membaik secara perlahan. Dan diwaktu senggangnya Jo meneruskan kelanjutan cerita Harry Potter di sekolah sihirnya.

Pada suatu hari, Jo menerima surat dari Christopher Little, agen penerbit, yang pernah dikirimi hasil salinan tulisannya tentang Harry Potter. Awalnya Jo mengira itu adalah surat penolakan, tetapi ketika dia membacanya Jo tidak percaya bahwa agen penerbit menerima tulisannya. Jo sampai membaca berulang kali surat tersebut karena semua seperti mimpi bahagia yang tidak bisa dipercaya.

Awalnya harapan Jo hanya untuk mendapatkan sejumlah uang dari hasil penjualan buku dan melihat karyanya berada di toko buku. Jo tidak pernah mengira sama sekali bahwa buku terbitan pertamanya telah menarik perhatian anak-anak kecil bahkan sampai orang-orang dewasa di seluruh dunia dalam waktu singkat. Bahkan kelanjutan cerita-cerita Harry Potter selalu dinantikan.

Keberhasilan penjualan buku Harry Potter akhirnya mampu membuat pihak produser film Hollywood melirik Jo untuk memfilmkannya. Jo sangat bahagia dan tidak pernah membayangkan bagaimana tokoh-tokoh ciptaan imajinasinya benar-benar diperankan dalam adegan-adegan bergerak secara hidup. Sejak itulah kehidupan Jo dan Jessica berubah drastis.

Sejak saat itu Jo menerima banyak undangan dari tokoh-tokoh dunia termasuk undangan dari kerajaan Inggris, Ratu Elizabeth dan Pangeran Charles yang ternyata mereka adalah Potter mania. Jo tetap rendah hati, meskipun uang sudah bukan masalah lagi untuknya sekarang dan kepopuleran juga sudah dia dapatkan. Kepahitan hidup Jo dimasa-masa lalu dalam perjuangannya seorang diri telah membuat Jo menjadi seorang yang sangat dermawan dan aktif dalam kegiatan-kegiatan amal dan sosial.

Ditengah kebahagiannya, Jo menemukan pasangannya yang baru Neil Murray, seorang dokter yang sangat baik dan lembut yang dikenalkan oleh temannya. Pesta pernikahan dia adakan di Killiechassie House yaitu sebuah perpustakaan kecil di Skotlandia.

Itulah perjuangan Jo, penulis Harry Potter, yang harus membayar mahal harga di awal untuk mendapatkan popularitas dan kesuksesannya sekarang.

Kesabaran dan ketangguhan Jo pada impiannya mampu membawa diri Jo, seorang ibu dan sekaligus pencari nafkah tunggal, melewati satu persatu permasalahan pahit yang ada dalam kehidupan sehari-harinya sehingga dia mampu membuat perubahan yang luar biasa buat dirinya dan Jessica.



----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Source:

  • J. K Rowling Photo is taken from magicofharrypotter0.tripod.com/id11.html
  • Pesona magazine no. 6, published on June 2003, page 78 - 83